Di era informasi yang dibanjiri oleh berita yang tak terhitung jumlahnya, kemampuan untuk memilah fakta dari fiksi adalah keterampilan bertahan hidup yang esensial, terutama bagi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jurnalistik dan kritik sosial menjadi alat pedagogis yang ampuh, berfokus pada Melatih Siswa menjadi pembaca berita yang kritis dan warga digital yang bertanggung jawab. Program literasi media yang efektif tidak hanya bertujuan mengajarkan mereka tentang hoax dan misinformasi, tetapi juga menumbuhkan pemahaman mendalam tentang peran media dalam membentuk opini publik dan mengawasi kekuasaan.
Keterampilan kunci yang harus dikuasai adalah verifikasi sumber. Siswa SMP harus diajarkan untuk tidak mudah percaya pada judul berita yang sensasional atau informasi yang diterima melalui grup pesan instan. Program literasi media harus secara eksplisit Melatih Siswa untuk menerapkan metode lateral reading: yaitu, meninggalkan artikel yang sedang dibaca untuk mencari informasi tentang sumber berita itu sendiri. Apakah media tersebut kredibel? Apakah penulisnya memiliki keahlian di bidang tersebut? Keterampilan ini sangat relevan mengingat laporan yang dirilis oleh Asosiasi Jurnalis Independen Indonesia (AJII) pada 10 Mei 2025, yang menyatakan bahwa remaja usia 13-15 tahun adalah kelompok usia yang paling rentan menyebarkan konten yang belum terverifikasi di media sosial.
Selain verifikasi, Melatih Siswa untuk mengembangkan kritik sosial berarti mendorong mereka untuk mempertanyakan mengapa sebuah berita dipublikasikan dan siapa yang mendapatkan keuntungan darinya. Kritik sosial dalam konteks ini adalah menganalisis bias, perspektif yang hilang, dan agenda yang mungkin tersembunyi. Misalnya, ketika membahas berita tentang pembangunan infrastruktur baru di kota mereka, siswa harus didorong untuk melihat lebih dari manfaat ekonomi. Mereka harus mempertanyakan dampak lingkungan, relokasi warga, dan apakah semua pihak yang berkepentingan telah didengar suaranya. Praktik ini secara langsung melatih High-Order Thinking Skills (HOTS) yang vital.
Implementasi terbaik dari pengajaran jurnalistik dan kritik sosial adalah melalui praktik nyata. Sekolah dapat membentuk klub jurnalistik atau majalah dinding di mana siswa sendiri bertanggung jawab untuk meneliti, menulis, dan memverifikasi berita sebelum dipublikasikan. Dalam konteks ini, guru berperan sebagai editor, membimbing proses penulisan. Contoh praktik ini terlihat pada Lomba Jurnalistik Sekolah yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Makassar pada 15 November 2024. Pemenang lomba adalah tim siswa yang menyajikan laporan mendalam mengenai transparansi anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), menunjukkan bahwa siswa SMP memiliki kapasitas penuh untuk melakukan investigasi yang bermakna ketika diberi alat dan bimbingan yang tepat.
Pada akhirnya, dengan Melatih Siswa menjadi konsumen dan kreator konten yang kritis, pendidikan telah menyiapkan mereka untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Mereka akan menjadi generasi yang tidak hanya menerima informasi, tetapi secara aktif menganalisis, berpartisipasi dalam wacana publik yang sehat, dan pada akhirnya, berkontribusi pada masyarakat yang lebih terinformasi dan demokratis.